29 November 2018

Menyoal Hak Pendidikan Difabel

~~ M. Syafi'ie


Potret pendidikan bagi difabel masih memilukan. Sepanjang tahun 2018 masih ditemukan kasus di mana anak-anak difabel ditolak masuk sekolah. Beberapa komunitas telah melakukan advokasi dan media massa telah memberitakannya. Di antara kasusnya menimpa RF, siswa SMP Negeri Rangkasbelitung, Lebak, Banten. Tekadnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di beberapa SMK di Rangkasbitung pupus karena kondisi difabilitasnya. Kasus lain menimpa  BKR, seorang anak yang memiliki hambatan mobilitas yang ditolak di beberapa SD di Pekanbaru, dan dua anak difabel penglihatan asal Makassar yang ditolak saat melakukan Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMK di Sulawesi Selatan.

Kontestasi Politik Mengorbankan Anak

~~ M. Syafi'ie


Kontestasi politik semakin tidak mengenal batas baik-buruk, layak atau tidak layak, benar atau salah. Kampanye politik yang memperebutkan simpati publik kerap dilakukan dengan cara-cara yang tidak sepantasnya. Salah satu yang menjadi korban dari aktifitas politik adalah anak-anak, sebagian mereka dilibatkan dalam aktifitas dukung mendukung calon, dan harus mendengarkan ragam pendapat tim sukses yang umumnya berisi ujaran kebencian yang dilontarkan kepada pihak lawan. Anak-anak secara langsung atau tidak langsung telah menjadi korban dan membayakan untuk interaksi sosial mereka kedepannya.

Sudah Saatnya Perda Disabilitas direvisi

~~ M. Syafi'ie

Enam tahun yang lalu, Pemerintah Provinsi Yogyakarta mengesahkan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Peraturan ini cukup menggembirakan karena melibatkan beberapa organisasi difabel yang ada di Yogyakarta. Tokoh-tokoh difabel memberikan masukan dan menyusun substansi Peraturan Daerah ini. Di masanya, Perda ini diapresiasi oleh banyak pihak dan beberapa daerah di Indonesia ikut mempelajari Perda yang menjamin hak-hak difabel di Yogyakarta.
Di antara rujukan penting Peraturan Daerah ini adalah Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities. Pengesahan konvensi internasional ini sepertinya menjadi penyemangat beberapa aktifis difabel di Yogyakarta agar dapat memasukkan substansi yang sangat penting ke dalam Peraturan Daerah. Pada aspek yang lain yang ini menjadi catatan kritis, Perda ini masih merujuk pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang secara normatif telah dikritik oleh komunitas difabel karena isinya sangat yang medis dan berisi stigma negatif.