31 October 2018

Belajar Menjadi Minoritas

~~M. Syafi'ie
Saya sering berandai-andai bagaimana rasanya menjadi orang dan kelompok minoritas? Apa yang saya akan rasakan? Apa sikap saya saat diasingkan dan dihukum orang lain?
Ternyata tidak sulit menjadi minoritas. Kita bisa mencoba dari hal-hal sederhana dan berbeda dengan kelompok mayoritas. Misal, saya kadang menggunakan seragam berbeda dengan seragam umum di kantor. Hasilnya ada yang menatap aneh, ada yang bilang terlalu serius, dan ada yang bilang tidak serius. Saya kadang pakai sandal ketika kuliah dulu. Hasilnya dilihatin aneh, pernah diledekin, dan pernah dihakimi petugas, dan ada beberapa pengalaman lain yang unik.

Belajar dari pengalaman, saya punya beberapa kesimpulan : pertama, menjadi minoritas itu malu. Ada perasaan tidak enak saat dilihat aneh dan dibicarakan oleh kelompok mayoritas. Kedua, menjadi minoritas itu harus siap diasingkan, setidaknya tidak diundang dalam acara sosial kelompok mayoritas. Ketiga, menjadi minoritas itu harus siap dihakimi, dipersalahkan, dan kadang tidak diakui hak berpendapatnya. Keempat, menjadi minoritas itu tetap terasa enak di hadapan mayoritas, yaitu saat kelompok mayoritas menghargai dan tidak menghakimi.
Bagi saya, menjadi pribadi dan kelompok minoritas atau mayoritas itu tidak masalah, sebab Allah memang menciptakan segenap perbedaan pada diri manusia dan kelompok-kelompok manusia. Terpenting dari kenyataan itu adalah terpeliharanya sikap toleran pada yang berbeda, menjaga persaudaraan sebagai sesama manusia, menjunjung harkat dan martabat manusia, dan kalau pun mengingatkan, lakukanlah dengan cara yang terbaik.
Dari memakai sandal dan baju yang tak seragam, saya bisa belajar betapa menjadi minoritas itu -- baik suku, keyakinan, bahasa, sikap politik, status, madzhab, dst-- sangat tidak nyaman.
x

Hijrah dan Hijriah yang Saya Pahami

~~ M. Syafi'ie
Hijrah itu, pertama, tanda berubahnya cara pandang dari pribadi yang memperbudak dan memandang rendah orang lain menjadi orang yang memanusiakan manusia. Di antara ajaran penting Nabi Muhammad adalah perjuangan melawan sistem perbudakan, penghormatan terhadap perempuan, dan mengajarkan kesetaraan antar manusia.
Kedua, berubahnya cara pandang dari diri yang diperbudak berhala (benda-benda, hawa nafsu, amarah, gila kuasa, gila harta, gila pria/wanita) menjadi pribadi yang hanya menyembah Allah semata. Seperti pesan Gus Mus : Bebaskan dirimu dari belenggu penjajahan siapa dan apa saja, kecuali Allah. Maka Engkau akan merasakan betapa nikmat kemerdekaan yang sesungguhnya. Pesan Gus Mus adalah tauhid.

Hukum dan Hakim Profetik

~~ M. Syafi'ie

Tiba-tiba segerombolan mahasiswa datang. Setelah salaman, ternyata mereka adalah peserta LK II HMI Cabang Jogja dan ingin ngobrol-ngobrol hukum profetik. Mereka berkunjung ke Pusham UII dan LBH Jogja.
Setelah kenalan dan berbasa-basi, ada pertanyaan yang cukup memusingkan : apa yang Bapak ketahui tentang hukum profetik? Pertanyaan yang sulit.
Saya bilang, untuk tahu apa itu hukum profetik, kita mesti baca dulu buku-buku Kuntowijoyo. Ia merumuskan Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang terinspirasi dari tulisan Roger Garaudy dan Muhammad Iqbal. Pilar ISP menurut Kunto adalah humanisasi (beliau tafsir sebagai amar ma'ruf), liberasi (belian tafsir dari nahi mungkar) dan transendensi (beliau tafsir sebagai tu'minuna billah) yang termaktub dalam surat Ali Imron : 110.

Pertama, humanisasi secara obyektif Kunto artikan sebagai memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia. Sejalan dengan amar ma'ruf yang dimaknai mengangkat dimensi positif manusia. Kedua, liberasi secara obyektif dimaknai pembebasan dari kebodohan, kemiskinan dan penindasan. Sejalan dengan nahi munkar yang berarti melarang atau mencegah segala kejahatan yang merusak. Ketiga, transendensi bermakna teologi yang menjadi basis tertinggi teoritik ISP Kuntowijoyo.
Hukum profetik merujuk Kunto berarti hukum yang didalamnya hidup semangat humanisasi, liberasi dan nuansa transenden dari para penegak hukumnya. Jangan dikira penegak hukum bebas melakukan apa saja, ada pertanggungjawaban besar bagi mereka di alam baka kelak.
Pertanyaan berikutnya, siapa kira-kira hakim profetik di Indonesia? Pertanyaan yang tak kalah sulit saya pikirkan.
Saya bilang, Anda tahu pak Artidjo Alkostar? Dia hakim agung. Ia alumni Universitas Islam Indonesia, pernah aktif di HMI, dan pwrnah menjadi Direktur LBH Yogyakarta. Ia menangani kasus Anas Urbaningrum yang kita tahu adalah mantan Ketua PB HMI dan menantu kyai besar.
Apakah pak Artidjo bermain mata untuk kasus Anas Urbaningrum? Saya pikir tidak. Ia memperberat hukuman Anas dari 7 tahun menjadi 14 tahun. Sama seperti kasus Angelina Sondakh, Luthfi Hasan Ishak, dan para koruptor yang lain. Dalam pandangan saya, Pak Artidjo telah menjalankan prinsip-prinsip profetik dalam penegakan hukum di Indonesia.
Para peserta LK II HMI agak terperangah mendengar contoh yang saya berikan. Pak Artidjo dan Anas Urbangningrum ternyata sama-sama pernah di HMI.
x

Gempa Sebagai Azab

~~ M. Syafi'ie

Madura tempat saya lahir kemarin gempa. Berselang beberapa jam dari kejadian saya telpon Ibu tapi tidak diangkat, akhirnya paman yang merespon. "Semua baik-baik, hanya kayak dibangunkan."
Saya bersyukur sebagian besar dalam keadaan baik. Walaupun duka dan doa tetap terucap bagi beberapa korban yang meninggal, luka-luka dan rumahnya roboh. Gempa berkekuatan 6,4 skala richer yang berpusat di Situbondo ini lumayan besar, setidaknya lebih besar dari gempa Jogja tahun 2006 yang kekuatannya 5,9 SR. Korban jiwa di Jogja sangat besar, karena lebih dari 6000 orang meninggal.

Ekspresi Politik Umat Islam

~~ M. Syafi'ie
Membaca ekspresi agama dan politik umat Islam semakin kabur saja. Sulit melakukan identifikasi secara sederhana. Mungkin itu akibat dari 'kontestasi politik' yang cenderung pragmatis dan mengkaburkan pemikiran yang bersifat ideologis.
Secara umum, pandangan umat Islam melihat agama dan negara setidaknya terbagi menjadi tiga, pertama, Islam dinilai memiliki sistem politik dan pemerintahan. Bentuk negara Islam sudah ada. Di antara tokoh pandangan ini adalah Hassan Al-Banna dan Sayyid Qutb.
Kedua, di dalam Islam tidak ada sistem politik dan pemerintahan. Syariat Islam tidak menentukan bentuk negara Islam yang baku. Namun demikian, Islam memiliki ajaran tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Diantara tokoh pandangan ini adalah Fazlurrahman, Husein Haikal dan Qomaruddin Khan.

Hak atas Informasi Penyandang Disabilitas


~~ M. Syafi'ie

Penyandang disabilitas, juga dikenal sebagai penyandang difabel yang notabene singkatan dari bahasa Inggris different ability people atau diferently abled people, yaitu orang-orang yang berbeda kemampuan.[1] Istilah lainnya ialah differently able, yang secara harfiah berarti sesuatu yang berbeda atau yang memiliki kekurangan.
Dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities, penyandang difable dituliskan sebagai penyandang disabilitas, yaitu mereka yang memiliki penderitaan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana interaksi dengan berbagai hambatan dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan lainnya.[2]