31 October 2018

Hukum dan Hakim Profetik

~~ M. Syafi'ie

Tiba-tiba segerombolan mahasiswa datang. Setelah salaman, ternyata mereka adalah peserta LK II HMI Cabang Jogja dan ingin ngobrol-ngobrol hukum profetik. Mereka berkunjung ke Pusham UII dan LBH Jogja.
Setelah kenalan dan berbasa-basi, ada pertanyaan yang cukup memusingkan : apa yang Bapak ketahui tentang hukum profetik? Pertanyaan yang sulit.
Saya bilang, untuk tahu apa itu hukum profetik, kita mesti baca dulu buku-buku Kuntowijoyo. Ia merumuskan Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang terinspirasi dari tulisan Roger Garaudy dan Muhammad Iqbal. Pilar ISP menurut Kunto adalah humanisasi (beliau tafsir sebagai amar ma'ruf), liberasi (belian tafsir dari nahi mungkar) dan transendensi (beliau tafsir sebagai tu'minuna billah) yang termaktub dalam surat Ali Imron : 110.

Pertama, humanisasi secara obyektif Kunto artikan sebagai memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia. Sejalan dengan amar ma'ruf yang dimaknai mengangkat dimensi positif manusia. Kedua, liberasi secara obyektif dimaknai pembebasan dari kebodohan, kemiskinan dan penindasan. Sejalan dengan nahi munkar yang berarti melarang atau mencegah segala kejahatan yang merusak. Ketiga, transendensi bermakna teologi yang menjadi basis tertinggi teoritik ISP Kuntowijoyo.
Hukum profetik merujuk Kunto berarti hukum yang didalamnya hidup semangat humanisasi, liberasi dan nuansa transenden dari para penegak hukumnya. Jangan dikira penegak hukum bebas melakukan apa saja, ada pertanggungjawaban besar bagi mereka di alam baka kelak.
Pertanyaan berikutnya, siapa kira-kira hakim profetik di Indonesia? Pertanyaan yang tak kalah sulit saya pikirkan.
Saya bilang, Anda tahu pak Artidjo Alkostar? Dia hakim agung. Ia alumni Universitas Islam Indonesia, pernah aktif di HMI, dan pwrnah menjadi Direktur LBH Yogyakarta. Ia menangani kasus Anas Urbaningrum yang kita tahu adalah mantan Ketua PB HMI dan menantu kyai besar.
Apakah pak Artidjo bermain mata untuk kasus Anas Urbaningrum? Saya pikir tidak. Ia memperberat hukuman Anas dari 7 tahun menjadi 14 tahun. Sama seperti kasus Angelina Sondakh, Luthfi Hasan Ishak, dan para koruptor yang lain. Dalam pandangan saya, Pak Artidjo telah menjalankan prinsip-prinsip profetik dalam penegakan hukum di Indonesia.
Para peserta LK II HMI agak terperangah mendengar contoh yang saya berikan. Pak Artidjo dan Anas Urbangningrum ternyata sama-sama pernah di HMI.
x

0 comments:

Post a Comment