17 June 2019

Krisis Wakil Rakyat

~~ M. Syafi'ie


Para wakil rakyat terpilih dalam Pemilu 2019 telah diumumkan. Mereka yang terpilih tentu bergembira, sedangkan wakil rakyat yang tidak terpilih sebagian besar kecewa bahkan ada yang stres, walaupun ada ada sebagian yang secara terbuka menerima kekalahan sebagai bagian dari kedewasaan berdemokrasi.
Di balik hiruk pikuk kemenangan para wakil rakyat, baik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota), satu hal yang selalu muncul setelah musim pemilihan umum : apakah para wakil rakyat itu bisa, dan akan serius memperjuangkan nasib rakyat yang terus terlanggar hak-haknya?


Dalam sistem demokrasi, pertanyaan relasi rakyat dan wakilnya merupakan hal yang sangat umum. Kondisi tersebut muncul karena setiap momen penyelenggaraan pemilu, rakyat kembali disuguhkan dengan janji-janji manis, padahal janji para kandidat sebelumnya belum kunjung dirasakan rakyat.  Lebih jauh, keluhan dan suara rakyat dalam banyak hal cenderung tidak dihiraukan.

Krisis Lembaga Perwakilan
Krisis aktor dan sistem lembaga perwakilan cukup banyak kalau kita bedah satu persatu. Kritik terbaru muncul dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang mengkritik DPR karena menggelar rapat dan pertemuan tertutup dengan mitra kerjanya di masa sidang ke-III dan IV tahun 2018 dan 2019. Padahal rapat-rapat tersebut membahas sesuatu yang bukan menjadi rahasia negara. Tidak adanya transparansi dan akses pengawasan tentu berpotensi melahirkan penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, krisis menahun yang terjadi di lembaga perwakilan adalah keseriusan para wakil rakyat dalam menghadiri rapat yang membahas isu-isu publik. Formappi mencatatat bahwa sidang paripurna DPR yang dilaksanakan pada Rabu, 8 Mei 2019, Anggota Dewan yang hadir hanya 281 orang, padahal Anggota DPR RI keseluruhannya berjumlah 560 orang. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat para wakil rakyat dipilih dan dibayar di atas keringat rakyat, ditambah catatan ketidakseriusan Anggota Dewan untuk mendiskusikan dan memecahkan secara tuntas akar persoalan struktural pelanggaran hak yang menimpa masyarakat.
Fakta tidak kalah menyedihkan dinyatakan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mencatat bahwa ada 254 Anggota Dewan yang telah menjadi tersangka korupsi sepanjang periode 2014-2019. Dari ratusan angka pelaku tersebut, 20 orang diantaranya anggota DPR RI dimana pelakunya tersebar di berbagai partai dan sebagian besar merupakan pimpinan di lembaga perwakilan rakyat dan partai politik.
Melihat problem di atas, muncul kecemasan sangat serius, apakah para wakil rakyat yang baru terpilih akan berprilaku serupa dengan dengan perilaku para wakil rakyat yang terdahulu? Kecemasan ini semestinya tidak begitu kuat seandainya ada mekanisme yang lebih sistemik untuk mengkoreksi perilaku para wakil rakyat yang bermasalah.

Wakil Rakyat Baru
Terlepas dari problem yang menggelisahkan, kritik membangun terus terjadi dan selalu ada harapan agar para wakil rakyat terpilih saat ini lebih bertanggungjawab. Secara hukum, tugas dan wewenang wakil rakyat cukup besar, yang secara umum terkait dengan fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, serta tugas-tugas lain yang secara umum menghimpun, menyerap, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Terkait fungsi legislasi, para wakil rakyat terpilih telah ditunggu untuk mendiksusikan secara mendalam program legislasi nasional dan daerah. Para wakil rakyat dituntut membuat aturan-aturan yang berkualitas, dan secara substantif dapat mendorong perwujudan pemenuhan hak-hak yang selama ini belum terjamin dan bahkan secara umum masih banyak yang berjalan di tempat.
Terkait aturan-aturan yang akan diperjuangkan, sudah semestinya para wakil rakyat turun ke komunitas masyarakat dan mendengarkan krisis-krisis sosial yang salah satu faktornya adalah terkait ketidakjelasan jaminan hukum dan belum jelasnya sanksi bagi pemangku kewajiban yang tidak menjalankan tanggungjawabnya. Sedangkan terkait fungsi pengawasan dan anggaran, para wakil terpilih dituntut dapat serius mengawal program-program yang dibuat pemerintah yang harapan besarnya dapat memperbaiki nasib rakyat lemah yang selama ini masih masih tercerabut hak-haknya. Para wakil rakyat dituntut menjalin komunikasi dengan komunitas rakyat yang ada di level bawah, memahami problem strukturalnya, dan memperjuangkan nasib rakyat meja di meja kekuasaan.

0 comments:

Post a Comment