08 April 2016

Berfikir Bebas

~~ M. Syafi'ie

Berfikir bebas. Kata dan aktivitas ini seperti area terlarang. Banyak orang menggugatnya. Berfikir boleh saja, tapi bebas seperti menjadi hantu yang menakuti liarnya berfikir. Padahal, berfikir sangat menentukan keberadaan manusia : kebenaran hidup yang ia akan pilih. Luasnya berfikir akan membangun kebijaksanaan. Rene Descartes bilang, Cogito Ergo Sum [aku berfikir, maka aku ada], dan ada hadist menyebutkan, tafakkaru saatan khairun min ibadati sanatan [berfikir sesaat lebih baik daripada ibadah setahun]

Berfikir bebas seringkali menjadi sangat terlarang saat menyentuh area teologis. Tuhan seperti tidak boleh disentuh oleh akal pikiran. Berfikir dan berdiskusi tentang-Nya menyembulkan ketakutan sendiri. Takut keluar dari agama, karena ada teks-teks yang bicara tentang kekafiran/kemurtadan, dan juga kekerasan pihak luar karena sensitif terhadap pembicaraan kritis teologis.
Menarik renungan Ahmad Wahib dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam, mengapa berfikir bebas hendak dibatasi? Apakah Tuhan takut terhadap rasio yang Ia ciptakan sendiri? Wahib bilang, "saya percaya Tuhan, tapi Tuhan bukanlah daerah terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan adanya. Bagi saya, orang yang mengakui ber-Tuhan, dan menolak berfikir bebas berarti ia menolak rasionalitas eksistensi Tuhan yang ia yakini." Bagi Wahib, Tuhan itu segar, hidup dan tidak beku. Tuhan pun pasti tidak mau dibekukan makhluknya.
Berfikir bebas menjadi tantangan tersendiri. Menjadi keniscayaan bagi pecinta dan pencari kebenaran. Jika itu dilarang/terlarang, maka yang ada ialah stagnasi dan kejumudan.

0 comments:

Post a Comment