08 April 2016

Media dan Kontrorversinya

~~ M. Syafi'ie

Media dan kontroversinya. Jika kau ingin tahu informasi, bacalah media atau berita. Pesan itu selalu saya rujuk, dan saya biasa membaca media/berita setiap hari : kompas, jawa pos, ripublika dan tempo. Bahkan setiap saat lewat ragam media yang saya ikuti di media sosial. Dan saat membaca itulah saya kerap kebingungan memilih atau memastikan mana berita yang benar, dan mana yang salah. Image result for media

Salah satu berita terbaru yang membingungkan saya ialah info terkait 'bau harum jenazah Siyono'. Ada berita yang bilang harum, dan ada pula bilang tidak. Diantara sumber berita yang bilang harum ialah http://www.voa-islam.com/, dan yang bilang tidak diantaranyahttp://nasional.news.viva.co.id/. Selain kedua media tersebut, ada banyak media lain yang bicara serupa, dan berseberangan kesimpulan beritanya. Berita lain di Indonesia terkait lumpur lapindo yang diberitakan TV One berbeda dengan Metro TV, atau kasus korupsi Persiba Bantul yang diberitakan koran Kedaulatan Rakyat berbeda dengan berita yang dibuat tempo.

Sebagai pembaca berita, saya sering terperangkap dengan informasi yang ada. Walau pun saya tahu, tak ada media yang betul-betul independen dan terjamin kebenaran beritanya. Faktor kuasa, modal dan jejaring menentukan banyak hal terkait pemberitaan. Seperti ulasan Eriyanto dalam buku Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Menurutnya, media selalu berlindung di balik independensi dan pemberitaannya yang objektif. Padahal, pembaca sebenarnya disuguhi dengan berita yang beraneka warna dari sebuah peristiwa yang sama. Berita yang satu menonjolkan substansi tertentu, dan berita lain ada yang mengurangi, meminimalisir, bahkan memelintir. Sebab itu, pemberitaan di media kita menemukan satu kesimpulan yang serupa, bahwa media apa pun tidak mungkin lepas dari bias-bias tertentu, baik itu karena motif politik, ekonomi dan ideologi.
Sampai di sini, kebenaran informasi tak cukup hanya mengandalkan satu media/berita. Apalagi hanya media yang jauh dari penggunaan unit penulisan jurnalistik 5 W + I H. Dan dalam taraf tertentu, penulisan jurnalistik itu pun tak cukup menjawab kebenaran. Nalar kritis pembaca menjadi penting untuk selalu digunakan. Membongkar ragam kepentingan di balik berita menjadi pekerjaan sendiri, dan pasti tidak mudah. Bahasa, wacana dan media ialah tiga hal yang tak terpisah. Bagi pembaca yang kritis, ketiga elemen itu tidak bisa bebas nilai, pasti ada kepentingan di belakangnya. Lebih jauh Foucalt menyatakan, setiap diskursus terdapat relasi yang tidak dapat dipisahkan antara ungkapan diskursus, pengetahuan yang melandasinya, serta relasi kekuasaan yang beroperasi di baliknya.

0 comments:

Post a Comment