30 July 2018

Agama Hibrida

```M. Syafi'ie
Coretan itu masih terkenang, setidaknya saya membacanya saat di pesantren dulu. Dalam makalah ini Nurcholis Madjid menguraikan tentang ajaran agama Islam yang hibrida, tidak murni sebagai produk arab.
Di antara yang Nurcholis contohkan, orang ahlussunnah wal jamaah mengenal 20 sifat Allah. Lalu ada klasifikasi sifat wajib, jaiz dan mustahil. Di antara sifatnya, Tuhan itu disebut abadi (qodim). Secara akal, Tuhan itu harus qodim, harus alpha, yang artinya tidak ada permulaan, dan mustahil Tuhan itu jadid (baru). Logika wajib dan mustahil jika diteliti sangat Aristotelian.
Contoh berikutnya adalah mihrab masjid. Menurut Nurcholish, di Pondok Indah Jakarta ada satu masjid namanya Masjid Biru. Di sana tidak dibangun mihrab dan ruang kecil untuk imam. Mengapa? Soalnya sang arsitektur tahu bahwa mihrab adalah tiruan dari gereja.
x


Menara masjid juga adaptasi dari arsitektur Persia, di mana arsitek umumnya beragama Majusi. Menara berasal dari kata 'menarah' artinya tempat api, sebab orang Majusi atau Zoroaster memahami Tuhan sebagai zat yang tak bisa digambarkan. Api menurut kaum majusi adalah substansi yang tak bisa dipegang, dianggap suci, dan karena itu ditaruh di tempat yang tinggi, namanya menara.
Dalam tulisan ini Nurcholis juga mengutip kitab Al-Mua'arrab yang menyatakan bahwa beberapa term dalam Quran tidak murni dari Arab. Istilah-istilah penting dalam Al-Qur'an seperti Shirath (surat Al-Fatihah) ternyata dari bahasa latin Starada; Al-Qisth (keadilan) ternyata berasal dari bahasa Yunani, yang setelah diadopsi ke dalam bahasa Inggris menjadi 'Just', Qisthash adalah justice.
Di dalam Al-Qur'an juga ada bahasa Melayu : Kafur. Disebutkan bahwa nanti kita di surga akan diberi minuman yang campurannya kapur (Wayasqouna biha ka'san kana mizajuha kafura). Diceritakan bahwa kapur barus saat itu sudah menjadi komoditi yang sangat penting di Timur Tengah, bahkan ada indikasi sejak zaman Nabi Sulaiman.
Apa mewahnya kapur barus? Setidaknya ia menjadi ilustrasi kemewahan. Dulu, kapur barus tidak digunakan sebagai kepinding seperti saat ini, tapi lebih dibuat sebagai tonic. Ia dimasak menjadi minuman yang sangat menyegarkan, harganya sangat mahal dan harus diimpor dari Barus.
Membaca makalah Nurcholis Madjid saat peresmian Islamic Culture Center di Jakarta ini, setidaknya memberi gambaran bahwa tidak ada budaya yang monolitik, bahkan dalam beberapa ajaran dan praktek beragama. Semua serba saling mempengaruhi-dipengaruhi, kawin mengawin antar kebudayaan.

0 comments:

Post a Comment