30 July 2018

Beragama di Kampung

`` M. Syafi'ie
Satu minggu ini saya disuguhkan tiga acara yang menopang satu sama lain. Ketiganya menandai bangunan toleransi di kampung.
Pertama, syawalan kampung yang dihadiri warga lintas iman. Penceramah dan Ketua RT menekankan pentingnya saling menghargai. Kedua, pernikahan tetangga yang beragama Kristen. Doa dipimpin seorang Romo, dan tak lupa meminta warga yang tidak seagama untuk berdoa kepada Tuhan masing-masing demi kebaikan mempelai. Ketiga, pernikahan anak tetangga yang beragama Islam. Acara dimeriahkan hadrah, penceramah agama dan warga yang berbeda agama berbaur. Interaksi guyup lintas iman seperti ini tidak bisa ditemui di satu komunitas yang homogen. Tapi, di masyarakat yang heterogen kita akan menyaksikan warna-warni perayaan.



Apa sikap saya sebagai seorang muslim? Saya beruntung belajar Islam di pesantren. Setidaknya saya belajar bahwa mereka yang bukan saudara dalam Islam (al-ikhwah al-islamiyah), mereka adalah saudara dalam kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Karena itu saya sangat menikmati pergaulan dengan tetangga saya yang non Islam.
Saya sendiri diajarkan bahwa ada banyak contoh historis bahwa Nabi Muhammad bukanlah pribadi yang memusuhi terhadap mereka yang berbeda agama. Bahkan, Nabi sangat mengasihi terhadap siapapun manusia yang ditemuinya. Setiap pagi Nabi menyuapi seorang pengemis difabel netra yang beragama Yahudi, Nabi Muhammad pernah memiliki pelayan yang beragama Yahudi, Nabi pernah meminta sahabat-sahabatnya agar berlindung ke negeri Habasyah yang notabene dipimpin raja Nasrani, Nabi pernah berpiutang kepada seorang Yahudi, dan Nabi berinteraksi dengan sangat bermartabat dengan mereka yang berbeda agama ketika memimpin kota Madinah.
Karena itu ada beberapa hadis yang menegaskan perlindungan Nabi kepada kelompok non Islam yang hidup secara damai. Nabi bersabda :
ألا من ظلم معاهدا، أو انتقصه، أو كلفه فوق طاقته، أو أخذ منه شيئا بغير طيب نفس فأنا حجيجه يوم القيامة
“Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang kafir mu’ahad (orang non Islam yang memiliki perjanjian damai dengan orang Islam), merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat” (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’).
Bahkan, Nabi Muhammad lebih tegas bersabda :
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari)
Berangkat dari ajaran Islam yang ramah, dan saya yang saat ini hidup di lingkungan yang heterogen, tugas saya adalah mensyukuri dan menjaga anugerah toleransi ini. Islam agama yang damai.

0 comments:

Post a Comment