~~ M. Syafi'ie
31 March 2019
Politik Agamawan
Sunday, March 31, 2019
No comments
Pertarungan politik
sepertinya sedang memasuki masa panas-panasnya. Kampanye terbuka telah
dilakukan di beberapa tempat, dan semua orang sedang kasak-kusuk tentang
kandidat pilihannya. Di arena persaingan para politisi ini, hadir para agamawan
yang biasa membawa dalil-dalil agama untuk mendukung kandidatnya, dan dalam
banyak kasus merendahkan kandidat yang lain dengan dasar informasi yang salah.
Di satu daerah, ibu-ibu
yang datang dari pengajian tiba-tiba bercerita tentang isi pengajian tokoh
agama yang isinya menjelek-jelekkan salah satu kandidat Presiden dan Wakil
Presiden, di mana jika kandidat tersebut terpilih PKI akan muncul di mana-mana,
pernikahan sejenis akan disahkan, dan suara adzan akan dilarang. Pada saat yang
lain, Bapak-bapak yang selesai pengajian cerita bahwa ada kandidat Presiden
yang beragama non Islam dan berasal dari keturunan Cina sehingga tidak boleh
dipilih. Pada kesempatan yang sama, agamawan tersebut meminta jemaahnya agar
memilih kandidat tertentu dengan dasar pikiran yang tidak detail.
Cerita beberapa Jemaah
pengajian membuat hati miris karena apa yang dikatakan para tokoh agama
sumbernya adalah berita hoax dan tidak dapat dibenarkan secara hukum dan moral
untuk disampaikan kepada khalayak umum, khususnya para jemaah pengajian yang notabene hadir dengan kesucian hati dan
pikiran untuk mempelajari pesan-pesan agama yang lurus dan mencerahkan.
Informasi hoax yang dijadikan sumber
ceramah memperlihatkan betapa agamawan bukanlah sosok yang bersih virus berita
bohong yang saat ini bertebaran di media sosial, seperti facebook, whatsapp, dan
youtube.
Pada sisi yang lain,
dukungan politik agamawan pada kandidat tertentu semestinya juga ditopang oleh
informasi yang detail dan utuh, utamanya terkait visi misi, tawaran program dan
pertimbangan yang bersifat substantif, yakni pentingnya memilih pemimpin yang berintegritas
yang harapannya dapat membawa bangsa Indonesia menjadi negara yang berkeadilan,
makmur, dan terbebas dari sistem yang koruptif.
Politik
Agamawan
Agamawan tidak bisa
dipisahkan dari suara agama, apa pun yang dilakukan agamawan, baik perkataan
dan tindakannya selalu akan dikaitkan dengan ekspresi keagamaan. Karena itu,
mandat penting agar pemeluk agama tidak berprilaku kacau merupakan
tanggungjawab utama para agamawan. Ketika terjadi kekacauan di internal pemeluk
agama, maka yang harus diperiksa pertama adalah cara pandang dan perilaku para
agamawannya yang kita tahu sangat rutin memberikan doktrin keyakinan agama.
Konteks kontestasi politik
juga demikian, kisruh pemeluk agama karena adanya perbedaan preferensi politik,
yang harus diperiksa pertama adalah cara pandang dan perilaku politik
agamawannya. Pertanyaannya, apakah para agamawan sudah memberikan pendidikan
politik yang baik dan benar kepada jemaahnya? Atau, yang mereka lakukan adalah menyebarkan
politik kebencian dan adu domba yang secara langsung dan tidak langsung akan
mendorong disharmoni sosial dan retaknya relasi bernegara kedepannya.
Disinilah letak penting mengapa para agamawan
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman politik yang paripurna, di mana ada
keniscayaan agar mereka secara utuh memahami ajaran agama dalam konteks hubungan
sosial masyarakat (muamalah),
bernegara (siyasah), dan dalam hal bagaimana
agama semestinya menjadi penguat persaudaraan antar manusia (ukhuwah insaniyah/basyariah) dan persaudaraan sebangsa (ukhuwah wathaniyah). Dalam hal ini, agamawan dituntut tidak hanya ahli
dalam hal ceramah dan pengetahuan agama yang bersifat ritual, tetapi lebih jauh
memahami ajaran agama secara holistik.
Politik agamawan dengan
demikian tidak bisa dimaknai secara sempit sekedar dukung mendukung, atau
sekedar mengeluarkan dalil-dalil agama untuk mendukung kandidat tertentu, lebih
jauh para agamawan punya tanggungjawab agar berpolitik sesuai dengan tuntunan agama
yang luhur, terhormat, dan mulia. Saat politik luhur ini dijalankan, maka ajaran
agama tetap akan berada di posisinya yang suci, dan para pemeluk agama akan memahami
kontestasi politik bukan lagi sebagai ruang permusuhan dan perang antar sesama
anak bangsa, tetapi lebih substantif menjadi ruang untuk secara sungguh-sungguh
mencari pemimpin yang berkualitas.
Tantangan
Menghadirkan perilaku
politik agamawan yang luhur tentu tidaklah mudah, mengingat ada begitu banyak
tantangan di negari ini, utamanya terjadinya tarik menarik yang terus menerus antara
politik dan agama, dan para agamawan pada sisi yang lain. Agamawan yang mejadi
bagian kekuasaan biasanya akan selalu membela perilaku kekuuasaan, sebaliknya
agamawan yang berada di luar kekuasaan umumnya akan mengkritik kekuasaan.
Di tengah tarik menarik
tersebut, agamawan dimana pun posisinya idealnya dituntut untuk menjadi manusia
yang harapannya dapat melampaui kepentingan diri sendiri, kelompok dan
menghindari pertarungan politik yang bersifat sesaat. Agamawan dituntut untuk
lebih mengamalkan pesan-pesan agung agama yang suci dengan selalu mendorong
kebaikan dan kebajikan di tengah-tengah umat manusia yang beragam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment