~~~
M. Syafi’ie
Pilihan membutuhkan cinta. Termasuk memilih pasangan
dan menghadap Tuhan. Tanpa cinta, semua aktifitas akan terasa hambar, kosong
dan tak ada rasa. Cinta akan meneguhkan kehadiran dan kesungguhan. Karena itu,
cinta selalu dilekatkan dengan kesukaan, kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan. Kesukaan
sehari-hari, kita biasa menyebutnya sebagai hobby. Itulah cinta.
Mengidentikasi seseorang, apakah cinta atau
kah tidak? cukup melihat apa yang ia lakukan sehari-hari : bisa membaca,
menulis, makan, pergi ke shopping, berdandan, diskusi, melukis dan seterusnya.
Cinta itu ialah passion : apa yang
membuat kita nyaman, ikhlas, berkorban, dan bekerja tanpa beban.
Sama halnya ketika aku mencintai ibuku, istriku dan atau anakku. Bekerja dan
bertemu mereka berlangsung tanpa beban : senang, gembira dan membahagiakan.
Berinteraksi dengan orang-orang tercinta kadang juga menyebalkan : di saat
Ibuku berbuat yang kadang tak masuk akal, istriku yang marah tanpa alasan, dan anakku yang menangis karena
minta mainan. Tapi aku meletakkan mereka di dasar hati yang paling dalam : aku
bahagia dan marah karena aku merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap
mereka.
Cinta itu memang demikian : lepas tak
terkendali, bersungguh-sungguh dan sekaligus sangat terikat. Ketika seseorang
hidup dengan cinta, ia akan hidup dalam tempurung kebahagiaan,
keterlepasan dan duka cita sekaligus.
Ketika orang yang kita cintai sakit, kita pun akan sakit. Ketika orang yang
kita cintai bahagia, kita pun akan bahagia. Maka ketika seorang sufi Robiah Al-adawiyah
menolak menikah dan bilang : “Tuhanku, tenggelamkan aku dalam
cinta-Mu/Hingga tak ada satu punmenggangguku dalam jumpa-Mu”. Pernyataan Robiah adalah penjelmaan dari rasa cinta : rasa yang
kadang sulit dirasionalkan.
0 comments:
Post a Comment