20 February 2013

Sinetronisasi Gaya Hidup : Refleksi

~~  M. Syafi' ie

Seperti biasa, rumah saya ramai dengan tetangga yang menonton TV. Tapi malam ini menambah kesesakan keramaian itu, para tetangga berdatangan nonton TV, karena listrik yang disambungin tetangga pada mati. Rumahku jadi rame sekali, sedangkan saya tetap di dalam kamar dan menulis sesuatu yang perlu direnungkan.

Di luar kamar, terdengar suara riuh menyebut tokoh-tokoh sinetron walaupun sebagian besa mereka tidak mengerti pesan pembicaraan yang ada dalam televisi, yang penting bagi mereka ialah menonton. Saya tidak enak sebenarnya diam dikamar dan tidak ikut bareng-bareng meramaikan nonton sinetron, tapi diamkan saja perasaan saya ini karena posisi lagi "merenung dan berfikir".
Kudengar seorang Ibu menjelaskan kepada Ibu-ibu yang lain tentang pemahamannya terkait yang ia tonton dan pahami. Sebagian yang lain, mendengar dan geleng-geleng kepala, seraya mengucapkan "…Oh…begitu???". Sangat jelas dari suara-suara dan berkumpulnya mereka bahwa acara yang mereka tonton sangat bagus dan melebihi yang lain.

Berfikir ala Sinetron

Saya jadi teringat hari-hari kemarin dan sore tadi. Seorang teman laki-laki menelpon saya dan kebetulan saya mengangkat teleponnya ditengah-tengah tetangga yang berkumpul malam ini. Selesai menelpon, mereka rame-rame berucap kepada saya "lagi nelpon pacarnya ya?". Saya bergumam dan rada-rada kaget, apa yang mereka pikirkan tentang saya sebenarnya, setelah saya lama di kota?.

Pada hari-hari kemarinpun, saya masih ingat. Nenek saya yang biasa memberi nasehat, kemarin-kemarin mewanti-wanti saya jangan sampai kayak seperti yang di sinetron-sinetron. Mereka berpacaran, berpelukan, main telpon-telponan laki-laki dan wanita. Pokoknya hati-hati katanya. Wanti-wanti serupa begitu banyak saya dengarkan dari kemarin-kemarin, dan selalu saya dengar dan rasakan pesan-pesan yang disampaikan menjurus "sebagai tuduhan" menyamakan prilaku dan gaya hidup saya seperti yang di sinetron-sinetron.

Sebagai seorang yang belum pernah pacaran, dengan berbagai ungkapan yang menyamakan saya dengan gaya hidup orang-orang yang main dalam sinetron-sinetron, saya merasa diperas dan ditindas. Tidak adil rasanya mempersepsikan sesuatu tanpa kroscek terlebih dahulu. Apalagi menuduh sesuatu tanpa menghadirkan bukti-bukti yang bisa menjadi landasan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan.

Pada kondisi yang lain, saya melihat dan menilai banyak perubahan dari anak-anak kecil kekinian. ungkapan-ungakapan mereka meniru ala gaya film sinetron, gaya rambut mereka dimiripkan dengan gaya rambut bintang film sinetron, kerah baju, celana ataupun mereka dalam melakukan penilaian sesuatu, kerapkali saya lihat dan rasakan persis sebagaimana mainstrem persinetronan. Sebutan orang gaul atau tidak gaul, gagah atau tidak gagah, bertangunggungjawab atau tidak, ataupun penilaian lainnya telah menyandarkan pada logika-logika persinetronan.

Dalam renungan yang sementara ini penulis bisa hipotesa bahwa dunia persinetronan disadari atau tidak kekinian telah menjadi kamus, literatur dan rujukan yang niscaya dipakai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam sinetron, mindset, ide ataupun ideologi telah dirasukkan secara sistemik dalam pemikiran masyarakat. Sehingga masyarakat yang kita lihat sebenarnya bukanlah mereka yang independen tetapi mereka yang telah menjadi diri yang lain sebagaimana rekayasa produser sinetron inginkan.

0 comments:

Post a Comment