21 February 2013
Tjokroaminoto : Inspirasi Pergerakan Sosialisme Islam Indonesia
Thursday, February 21, 2013
No comments
~~ M. Syafi’ie
Pasca kemerdekaan Indonesia, mungkin tidak banyak
orang yang kembali menengok kebelakang membaca kembali sosok-sosok inspiratif
yang menggerakkan perlawanan terhadap kolonialisme Hindia Belanda. Pandangan
dan sikap politik mereka patut diobyektifikasi untuk membangkitkan pergerakan
nasional kekinian yang kehilangan arah perjuangan.
Tokoh itu adalah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Lahir di Bakur, sebuah desa di Madiun pada tanggal 16 Agustus 1887. Tjokroaminoto
adalah lulusan Opleiding School voor Inlandsche Ambenaren (OSVIA)
Magelang. Tjokroaminoto masih keturunan bangsawan yang bergelar Raden Mas. Walaupun
dirinya tidak pernah memakai embel-embel gelar kebangsawanannya dalam ruang
sosialnya.
Tjokroaminoto merupakan salah seorang pendiri dan ketua
organisasi Sarekat Islam. Dirinya dikukuhkan menjadi ketua Sarekat Islam ketika
kongres ke-II di Yogyakarta pada tahun 1914, menggantikan Haji Samanhudi. Di
tangan Tjokroaminoto SI menjelma menjadi organisasi politik pertama yang
terbesar di Nusantara. Tahun 1914 anggotanya tercatat 400.000, tahun 1916
terhitung 860.000 dan tahun 1919 kaanggotaan di SI mencapai 2.500.000.
Ketertarikan
rakyat bergabung dengan organisasi Sarekat Islam disebabkan kejelian Tjokroaminoto
melihat semua peluang yang ada. Label gerakan Islam dan meniadakan kastaisme
dalam organisasi menjadi magnet tersendiri. Setiap pertemuan dalam SI, semua
duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Apalagi kepemimpinan Tjokroaminoto
mampu mengumpulkan tokoh-tokoh yang disegani masyarakat. Ada KH Ahmad Dahlan,
Agus Salim, AM Sangadji, Mohammad Roem, Fachruddin, Abdul Moeis, dan
tokoh-tokoh lainnya.
Ketika suatu cabang Sarekat Islam terbentuk. Tokoh SI
pasti diundang untuk memberikan pidatonya. Salah seorang yang paling
ditunggu-tunggu memberikan pidatonya adalah Tjokroaminoto. Tjokro mampunyai
kekuatan yang mampu memompa semangat anggota SI dan masyarakat untuk bersatu
melawan tirani kolonolialisme. Masyakarakat betul-betul menikmati pemimpin
mereka yang lantang bersuara atas ketidakadilan. Mereka berdiri dengan gagah dan
kharismatik.
Tjokroaminoto terkenal sebagai sosok yang kritis dan
berani. Di Sarekat Islam Tjokroaminoto sangat antipati terhadap semua bentuk
penindasan dan ketidakadilan. Dirinya sangat benci terhadap sistem kapitalisme
yang dikembangkan penjajah Belanda. Perkataan dan tindakannya konsisten menyuarakan
ketidakadilan baik sebagai tokoh pergerakan, seniman ataupun orang biasa. Tjokroaminoto
tercatat terdepan memimpin aksi menyuarakan terhadap nasib buruh dan membuka
pengaduan nasib rakyat di rumah dan dikantornya. Tulisan-tulisannya di media
pergerakan dan pidato-pidatonya terus melantangkan suara pembelaan terhadap
kaum kromo yang tertindas.
Sebagai tokoh pergerakan Islam Tjokroaminoto mengetuai
dibentuknya komite Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TNKM) untuk menjaga
kehormatan Islam. Termasuk melalui organisasi ini Tjokroaminoto mendorong
lahirnya rasa kebangsaan Indonesia dengan memperkencang gagasan-gagasan pemerintahan
sendiri (Zelfbestuur).
Rakyat yang merdeka adalah ungkapan yang memantul dari
setiap gerak Tjokroaminoto. Baginya penjajah Belanda telah mengakibatkan
masyarakat nusantara hidup menderita dan penuh kesengsaraan. Perbudakan dan
kebodohan adalah sistem yang dipelihara oleh Kolonial Belanda. Untuk
membangkitkan semangat perlawanan dan bersatu dalam nasionalisme Tjokroaminoto
menolak mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan Belanda untuk Nusantara. Dirinya
pantang menyebut pemberian kolonial penjajah. Sebagai bangsa timur yang harus
bangkit melawan dirinya menyebut nusantara sebagai Hindia Timur atau Hindia.
Inspirasi
Pergerakan Indonesia
Tjokroaminoto bisa kita katakan juga sebagai tokoh
yang menginspirasi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Betapa tidak? Tjokroaminoto
mampu memunculkan kader-kader yang militan dan revolusioner. Sama persis dengan
dirinya yang pemberani dan tidak diam ketika melihat penindasan. Tokoh-tokoh
besar Soekarno, Musso, Alimin, Semaun, Kartosowiryo, Buya Hamka, HA Agus Salim,
Abiekusno, KH. Mansyur, Sukiman, Herman Hartowisastro dan beberapa lainnya, semua
mereka adalah murid-murid dan binaan Tjokroaminoto.
Soekarno menjadi tokoh Partai Nasional Indonesia
(PNI), Abikusno Tjokrosujoso menjadi tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSSI), Semaun, Alimin dan Musso menjadi tokoh komunis dan memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI), KH. Mas Mansyur menjadi tokoh Muhammadiyah dan bersama
dokter Sukiman mendirikan Partai Islam Indonesia (PSI) yang berasaskan
kebangsaan, sedangkan Kartosuwiryo menjadi pimpinan PSII di masa penjajahan,
memimpin pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di masa
kemerdekaan, anggota pengurus besar Masjumi dan pendiri Negara Islam Indonesia
(NII) pada 1 Agustus 1949.
Kelahiran tokoh-tokoh yang mempunyai militansi tinggi
di atas tidak terlepas dari buah pikiran dan keteguhan Tjokroaminoto. Mereka
dididik secara keras dan kuat untuk menjadi lokomotif perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Melawan Kolonial untuk membebaskan rakyat dari tirani yang sudah
mendera sekian abad. Mereka direkayasa untuk bersatu padu menjadi memimpin
masyarakat melawan terhadap kekuasaan Kolonial Belanda.
Sebagaimana diceritakan Soekarno dalam wawancaranya
dengan Cindy Adam yang kemudian dibukukan dalam Soekano Penyambung Lidah
Rakyat, dimana saat Soekarno berguru kepada Tjokroaminoto, dirinya duduk di
dekat kaki Tjokro, mendengarkan intonasi perkataannya dan gerak tangannya, dan
itu yang kemudian dijadikan cermin oleh Soekarno dalam gaya pidatonya selama
menjadi tokoh PNI hingga menjadi Presiden. Bahkan kelahiran PNI tidak terlepas
dari pikiran gurunya. Tjokroaminoto mengatakan kalau Sarekat Islam berasaskan
Islam maka perlu ada partai yang berasaskan kebangsaan. Keduanya, Islam
Nasionalis dan Nasionalis Islam, bisa bergandeng tangan sama-sama menentang
penjajahan Belanda.
Kehadiran tokoh-tokoh berpengaruh dalam pentas
kemerdekaan Indonesia di atas menegaskan bahwa sosok Tjokroaminoto adalah
seorang yang pluralis dan humanis. Murid-muridnya yang kita lihat saat ini terbelah
secara ideologis menjadi Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme merupakan
pertanda betapa istimewanya sosok Tjokroaminoto. Ia mampu memposisikan
pikiran-pikiran muridnya yang seakan terserak tanpa berbunuh-bunuhan. Mereka
dipadukan dalam satu semangat pemihakan sosial yang total. Keyakinan
keberagamaan yang membebaskan. Lewat pikirannya yang Ia sebut sebagai
Sosialisme Islam. Sangat wajar Soekarno mengatakan ketika dirinya dipercaya
memimpin kemerdekaan Ripublik Indonesia : “Andaikata Tjokroaminoto masih
hidup, tentulah bukan saya yang menjadi Presiden, melainkan dia. Saya tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan dia…”
Sosialisme Islam Tjokroaminoto
Di zamannya Tjokroaminoto pernah digelarkan sebagai
ratu adil yang telah turun ke bumi. Tetapi Tjokroaminoto menolak terhadap gelar
berlebihan itu. Menurutnya, ratu adil itu bukanlah sosok manusia, melainkan
suatu ide sosialisme yang diilhami oleh semangat ajaran Islam.
Sosialisme Islam menurut Tjokro adalah sosialisme yang
wajib dituntut dan dilakukan oleh umat
Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang berdasar kepada
azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang
dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa.
Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman
nabi Muhammad SAW.
Islam secara tegas mengharamkan riba (woeker) dan
itu artinya Islam menentang keras terhadap kapitalisme. Sebagaimana ditulis
Tjokroaminoto dalam bukunya Islam dan Sosialisme, “Menghisap keringatnya
orang-orang yang bekerja, memakan pekerjaan lain orang, tidak memberikan
bahagian keuntungan yang semestinya (dengan seharusnya) kebahagiannya lain
orang yang turut bekerja mengeluarkan keuntungan itu,- semua perbuatan yang
serupa ini (oleh Karl Marx disebut memakan keuntungan “meerwaarde”
(nilai lebih) adalah dilarang dengan sekeras-kerasnya oleh agama Islam”.
Islam menentang kapitalisme juga terlihat bagaimana
konsep muamalah Islam diberlakukan. Ajaran Islam mengajarkan bahwa akan celaka
orang yang mengumpulkan harta untuk kesia-siaan. Dalam muamalah Islam kata
Tjokro, praktek yang mengarah pada penimbunan
dan penumpukan modal dan barang adalah dilarang. Termasuk Islam melarang
keras praktek riba karena dianggap benih kapitalisme yang menurut pendapat Karl
Marx disebut sebagai meerwarde.
Bagi Tjokroaminoto, dasar sosialisme Islam adalah ajaran Nabi Muhammad tentang kemajuan budi
pekerti rakyat. Sehingga Tjokro membagi
anasir sosialisme Islam pada tiga anasir, pertama, kemerdekaan (vrijheid-liberty).
Kedua, persamaan (gelijk-heid-eguality), dan ketiga, persaudaraan
(broederschap-fraternity).
Nilai sosialisme Islam terlihat dari misi yang
disandang Nabi Muhammad bahwa Ia datang untuk rahmat bagi seluruh alam. Jadi
sejatinya orang Islam dimanapun berada selalu menebarkan cinta kasih dalam niat
dan perbuatannya, menyebarkan rasa kemanusiaan yang tinggi, menjunjung
nilai-nilai luhur, bukan hanya pada ideologi atau agamanya saja tapi
kemanusiaannya juga. Bukan hanya pada manusia saja tapi pada makhluk lainnya
juga. Sehingga tidak ada lagi perusakan baik di daratan maupun lautan, tidak
ada lagi eksploitasi terhadap binatang, tumbuhan dan alam lainnya.
Dalam pemikiran Tjokro, keistimewaan sosialisme yang
diajarkan Nabi Muhammad bukan semata karena nilai wahyu yang membimbing
Rosulullah. Tetapi karena Nabi Muhammad selalu menjadi orang pertama yang memperjuangkan
liberalisasi dan menegakkan keadilan. Nabi Muhammad bukan hanya seorang pemikir
saja tetapi juga aktor yang terjun langsung ke masyarakat.
Umat Islam harus menjadikan Nabi Muhammad sebagai madzhab
dalam tatanan sosial. Bagi Tjokro, umat Islam harus mengambil pelajaran dari
tindakan Nabi Muhammad yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan
sangat menentang perbudakan. Nabi mengatakan “Tentang Budak-budakmu berilah
makan padanya seperti yang kamu makan sendiri, dan berilah pakaian padanya
seperti pakaian yang kamu sendiri. Apabila kamu tidak dapat memelihara mereka,
atau mereka melakukan kesalahan, lepaskanlah mereka. Mereka itu hamba Allah
seperti kamu juga, dan kamu harus berlaku baik-baik kepada mereka”.
Dalam bukunya Islam dan Sosialisme Tjokro juga
menceritakan tamsil sosialisme Islam yang diajarkan Nabi Muhammad. Ia
mengisahkan bahwa Nabi Muhammad mempunyai satu kebun bernama Fidak. Setelah
Nabi wafat, Fatimah puteri Nabi menuntut pengembalian kebun itu kepadanya atas
nama hak keturunan. Tetapi khalifah Abu Bakar menolak tuntutan Fatimah, dengan alasan
bahwa Nabi Muhammad tidak mempunyai kekayaan dengan hak bagi dirinya sendiri.
Kerena itu segala yang ditinggalkan Nabi Muhammad harus menjadi kepunyaan orang
banyak.
Azaz penting menurut Tjokro mengapa Nabi Muhammad
gigih memperjuangkan Sosialisme Islam karena Islam mengajarkan sebesar-besarnya
keselamatan hendaknya menjadi bahagiannya sebanyak-banyaknya manusia, dan
keperluannya seseorang hendaknya bertakluk kepada keperluannya orang banyak. Termasuk pencapaian rahmatan lil alamien
yang menjadi misi kerosulan Nabi Muhammad adalah ingin meletakkan semangat keadilan
dan kemanusiaan yang meniscayakan hadirnya sistem yang mensejahterakan.
Maka kalau ditelaah lebih jauh pemikiran diatas bahwa
sebenarnya semangat perjuangan Tjokroaminoto adalah ingin meletakkan Islam
sebagai unsur fundamental untuk membebaskan
rakyat dari kesewenang-wenangan rezim Kolonial Belanda. Sosialisme Islam
baginya adalah ruh pembebasan manusia dari pemiskinan yang digerakkan oleh
sistem. Perlawanan terhadap sistem yang tidak berkeadilan beliau letakkan
sebagai misi kenabian sebagaimana ajaran Nabi Muhammad.
Tjokro pada akhirnya mampu melahirkan khalifah dan
aktor-aktor revolusioner yang berperan besar terhadap kemerdekaan Indonesia.
Ada Soekarno, Semaun, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Agus Salim, Buya Hamka dan
lainya. Dengan kekuatan masing-masing mereka berjuang membebaskan penderitaan
rakyat. Melalui perang, diplomatik dan gerakan massa. Sampai titik penghabisan
mereka berjuang untuk mengusir Kolonial Belanda. Dengan kekuatan masing-masing
mereka berhasil mendorong kemerdekaan Indonesia.
Walaupun pada akhirnya masyarakat yang Tjokroaminoto
perjuangkan untuk terbebaskan dari kolonialisme harus dikotori oleh murid-muridnya
yang terbelah dan saling berlawanan. Saling menjatuhkan dan menghancurkan
dengan kekuatan dan kekuasaannya masing-masing. Bahkan pertarungan itu masih
berlangsung sampai “cicit-cicitnya” detik ini. Saling mengklaim kebenaran ditengah semakin
mengguritanya neo kolonialisme kekinian. Entah apa gundah Tjokro di alam barzah
saat ini?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment